JAKARTA, iNewsBondowoso.id - Tewasnya Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada Jumat (8/7/2022) lalu menjadi atensi publik.
Pasangan suami istri yakni Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi resmi menyandang status tersangka.
Termutakhir, Polri menetapkan Putri Candrawathi sebagai tersangka pembunuhan berencana pada ajudannya sendiri itu.
Setelah Putri Candrawathi ditetapkan sebagai tersangka, mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo akhirnya buka suara.
Ada dua pengakuan yang diutarakan Ferdy Sambo kepada Komnas HAM dan terungkap belakangan ini.
Brigadir J sendiri ditemukan tewas di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, Jumat (8/7/2022) lalu.
Selain pasutri tersebut, polisi juga menetapkan tersangka pada tiga orang lainnya.
Masing-masing ada Richard Eliezier alias Bharada E, Brigadir Ricky Rizal alias Bripka RR dan Kuat Ma'ruf alias KM.
Bharada E berperan sebagai penembak atau eksekutor utama pada Brigadir J.
Sementara Bripka RR dan KM turut membantu dan menyaksikan pembunuhan tersebut.
Ketiganya membunuh Brigadir J atas perintah Irjen Ferdy Sambo.
Sedangkan Putri Candrawathi pada Jumat (19/8/2022) juga telah ditetapkan sebagai tersangka kelima.
"PC ditetapkan sebagai tersangka. Ada aktivitas PC dalam rekaman CCTV yang mendukung terjadinya pembunuhan berencana pada saudara J," kata Komjen Agung Budi Martoyo, Irwasum Polri dalam siaran pers, Jumat (19/8/2022) siang.
Selain Polri, Komnas HAM juga turut membantu dengan memeriksa beberapa pihak terkait dalam kasus pembunuhan berencana itu.
Yang terbaru, Komnas HAM mendapatkan dua pengakuan dari Irjen Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
“Dia (Ferdy Sambo) mengakui dua hal,” ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam keterangannya dikutip dari PMJ News, Sabtu (20/8/2022).
Pengakuan pertama yang diperoleh Komnas HAM adalah pengakuan Ferdy Sambo dalam rencana pembunuhan Brigadir J.
“Dia yang merencanakan pembunuhan (Brigadir J),” ungkap Taufan.
Selanjutnya, Ferdy Sambo disebut mengaku obstruction of justice atau menghalangi penyidikan dengan memberi perintah untuk menghilangkan barang bukti hingga membuat skenario.
“Kedua, dia yang menjadi otak “obstruction of justice” dengan merusak TKP, menghilangkan barang bukti, membuat skenario seolah-olah ada kekerasan seksual di rumah dinas, kemudian terjadi tembak-menembak angtara Barada E dan Joshua serta melakukan disinformasi,” paparnya.
Sejauh ini, pasutri Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dijerat dengan pasal 340 KUHP subsider 338 juncto 55 dan 56 dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.
Editor : Taufik Hidayat