BONDOWOSO, INewsBondowoso.id - Konflik agraria di Ijen Bondowoso merupakan contoh nyata dari permasalahan agraria yang kompleks dan multi-dimensi.
Konflik ini bermula dari sengketa lahan antara warga dengan PTPN XI (Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara) yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Putusan pengadilan yang memvonis 3 petani yang mempertahankan haknya atas lahan yang mereka garap telah memicu kemarahan warga dan memperburuk keadaan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa :
"Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, adalah merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara sebagai organ tertinggi dari rakyat".
Namun, dalam praktiknya, implementasi undang-undang ini masih jauh dari harapan.
Warga Ijen Bondowoso telah lama berjuang untuk mempertahankan hak mereka atas lahan yang mereka garap, namun pemerintah dan PTPN XI tampaknya tidak peduli dengan aspirasi dan kebutuhan warga.
Tidak adanya respon konkrit dari pemerintah dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dalam menyelesaikan konflik ini semakin memperburuk keadaan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa "Pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk melindungi dan melayani masyarakat".
Namun, dalam kasus konflik agraria di Ijen Bondowoso, pemerintah tampaknya tidak memenuhi kewajiban ini.
Ketua HMI Cabang Bondowoso, Ikrom Suharyadi, berharap pemerintah dan DPRD dalam hal ini yakni komisi terkait harus turun di tengah panasnya konflik ini untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan.
"Pemerintah dan DPRD harus memastikan bahwa hak-hak warga dihormati dan dilindungi, serta memastikan bahwa kepentingan warga menjadi prioritas utama. Dalam menyelesaikan konflik ini, pemerintah dan DPRD harus mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan dan memastikan bahwa tidak ada lagi pelanggaran hak asasi manusia dan intimidasi terhadap warga," tegasnya.
Apabila Bupati dan Komisi terkait tidak mampu menyelesaikan konflik ini dengan adil dan berkelanjutan, maka sebaiknya mereka mundur dari kursi jabatannya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 68 ayat (1) menyatakan bahwa :
"Bupati/Walikota dapat diberhentikan dari jabatannya apabila melakukan pelanggaran hukum atau tidak mampu melaksanakan tugasnya".
Dalam kasus konflik agraria di Ijen Bondowoso, Bupati dan Komisi terkait telah gagal dalam melaksanakan tugasnya untuk melindungi dan melayani masyarakat.
Penyelesaian konflik agraria di Ijen Bondowoso harus berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan partisipasi masyarakat.
Pemerintah dan DPRD harus bekerja sama dengan warga dan stakeholder lainnya untuk menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan.
Dengan demikian, konflik agraria di Ijen Bondowoso dapat diselesaikan dengan damai dan warga dapat hidup dengan tenang dan sejahtera.
Oleh karena itu, HMI Cabang Bondowoso menyerukan kepada Bupati dan DPRD untuk segera mengambil langkah-langkah konkrit dalam menyelesaikan konflik agraria di Ijen Bondowoso.
Pemerintah dan DPRD harus memastikan bahwa hak-hak warga dihormati dan dilindungi, serta memastikan bahwa kepentingan warga menjadi prioritas utama.
Editor : Riski Amirul Ahmad
Artikel Terkait
